Sesuai Amanah UU, Badan Peradilan Khusus Pilkada Perlu Segera Dibentuk

31-08-2021 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. Foto: Mentari/Man

 

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menyatakan enggan memperdebatkan lagi masalah terkait penting tidaknya badan peradilan khusus yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara perselisihan dan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sebab, hal itu sudah tertuang di dalam di undang-undang.

 

Menurutnya, kalau sudah diamanatkan UU seharusnya dilaksanakan. Mestinya pemerintah segera merealisasikan pembentukan badan peradilan khusus pilkada sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dalam pasal 157 tentang Pilkada.

 

"Badan peradilan khusus ini nantinya memiliki kewenangan mengadili seluruh perkara hukum berkaitan dengan pelaksanaan pilkada. Seperti perkara perselisihan hasil pilkada, administrasi pilkada, dan perkara tindak pidana pilkada," ujar Guspardi,  di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2021).

 

Dikatakannya, selama ini penyelesaian perselisihan pilkada dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika nantinya badan peradilan khusus tersebut dibentuk maka MK tak lagi menangani sengketa pilkada. Sehingga MK bisa lebih fokus menangani hal-hal yang diluar masalah sengketa pilkada. Sebaiknya badan peradilan khusus ini berada dibawah MA tetapi dengan unit tersendiri.

 

Dengan demikian, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut peradilan khusus pilkada menjadi salah satu kamar di pengadilan negeri, sama seperti pengadilan korupsi  (Tipikor) yang merupakan pengadilan khusus, berada di lingkungan peradilan umum.

 

“Apakah bersifat ad hoc atau tidak, kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melakukan kajian tetapi proposional untuk menangani Pilkada. Pengadilan khusus Pilkada tersebut dijalankan oleh hakim-hakim yang memiliki kompetensi di bidang Pilkada. Jika dibentuk lagi lembaga baru tentu membutuhkan waktu yang lama dan berkonsekuensi juga kepada anggaran," tutur Guspardi.

 

Legislator asal Sumatera Barat itu menambahkan, pelaksanaan Pilkada hanya sekali  lima tahun,  jadi memformat lembaga perdilan khusus ini yang perlu dicermati. Kalau hanya mengadili permasalahan  pilkada, sebaiknya bersifat ad hoc saja dan berkedudukan di setiap ibukota provinsi. Sehingga mudah diakses oleh semua kabupaten/kota di daerah masing-masing.

 

"Begitupun perkara yang ditangani badan peradilan khusus ini hanya menangani perkara Pilkada ditingkat daerah saja. Sedangkan penanganan perkara sengketa hasil pemilu tingkat nasional tetap menjadi kewenangan MK," jelas Guspardi.

 

Guspardi menekankan, yang perlu ditegaskan bahwa keputusan yang dihasilkan badan peradilan khusus pilkada harus bersifat final dan mengikat seperti putusan MK. Dan waktu penyelesaian sengketa pilkada yang ditangani juga harus dibatasi. Sehingga setiap perkara yang diputuskan di badan pengadilan khusus pilkada  merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir.

 

"Begitu juga keputusannya bersifat mengikat dan menutup peluang untuk melakukan banding, kasasi dan lain sebagainya. Demi peradilan cepat dan kepastian hukum dalam memutuskan perkara dalam Pilkada," pungkas Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu. (dep/sf)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...